Ujian Keimanan Nabi Ibrahim AS dan Ibadah Kurban

Ibadah Kurban Ibadah Kurban
Reading Time: 4 minutes

Di antara kisah paling menyentuh dalam sejarah kenabian Islam adalah ujian luar biasa yang dialami Nabi Ibrahim AS—ujian yang menggambarkan keikhlasan, kepatuhan total, dan keyakinan mendalam kepada Allah SWT. Peristiwa ini tak hanya menjadi fondasi ritual ibadah kurban dalam Islam, tetapi juga mengandung makna spiritual yang mendalam tentang hakikat iman dan penyerahan diri.

Perintah yang Menggetarkan Hati

Dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surah Ash-Shaffat ayat 102, dikisahkan bahwa Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya, Ismail AS:
“Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.”

Respons Ismail AS pun menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa:
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ini bukan sekadar narasi tentang ketaatan, tetapi tentang kedalaman iman dua insan pilihan—ayah dan anak—yang rela menundukkan logika dan emosi demi kepercayaan penuh kepada perintah Tuhan.

Makna Iman yang Hakiki

Iman, dalam pandangan Islam, bukanlah sekadar keyakinan di hati, melainkan manifestasi ketaatan mutlak kepada Allah, meski perintah-Nya tampak berat dan sulit diterima secara nalar. Ujian yang dialami Nabi Ibrahim menunjukkan bahwa iman sejati teruji dalam ketaatan tanpa syarat, di saat yang paling sulit sekalipun.

Kisah ini juga mengajarkan bahwa setiap manusia akan menghadapi ujian, dan kualitas keimanan seseorang tercermin dari kesediaannya untuk tunduk kepada kehendak Ilahi, bahkan ketika hal itu bertentangan dengan keinginan pribadi.

Ibadah Kurban sebagai Simbol Keikhlasan

Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam ibadah kurban yang dirayakan umat Islam setiap Hari Raya Idul Adha. Hewan yang dikurbankan menjadi simbol pengorbanan diri, ego, dan keserakahan demi mencapai kedekatan spiritual kepada Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Hajj ayat 37:
“Daging dan darah hewan kurban itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu.”

Idul Adha, atau Hari Raya Kurban

  • Dirayakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, diperkirakan jatuh pada 6 Juni 2025 menurut Kementerian Agama RI, tetapi tanggal pastinya akan dikonfirmasi nanti.
  • Ritual utama meliputi salat Idul Adha, penyembelihan hewan kurban, dan pembagian daging kepada yang membutuhkan, serta bertepatan dengan puncak ibadah haji.
  • Makna bahwa “Id” berarti kembali dan “Adha” berarti sembelihan, mencerminkan kembali kepada nuansa berkurban.

Sejarah dan Makna:
Idul Adha mengenang kisah Nabi Ibrahim yang menunjukkan ketaatan penuh kepada Allah, mengajarkan nilai pengorbanan, keikhlasan, dan berbagi. Ini juga waktu untuk memperkuat ikatan komunitas melalui amal.

Ritual dan Perayaan:
Mulai dengan salat Idul Adha di pagi hari, diikuti penyembelihan hewan seperti kambing atau sapi oleh yang mampu, dengan daging dibagi tiga: untuk keluarga, kerabat, dan fakir miskin. Ini juga menandai akhir ibadah haji di Mekah.

Di Indonesia:
Dikenal sebagai Lebaran Haji, perayaan ini melibatkan doa bersama, kurban, dan pertemuan keluarga, sering kali dengan tradisi lokal seperti pesta komunal.

Idul Adha berakar pada kisah Nabi Ibrahim a.s. dan putranya, Nabi Ismail a.s., yang diabadikan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam surah As-Saffat (37:102). Nabi Ibrahim menerima perintah dalam mimpinya untuk mengorbankan Ismail pada 8 Dzulhijjah, tetapi saat akan melaksanakannya, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba, menunjukkan ujian ketaatan dan keimanan.

Ritual utama Idul Adha meliputi:

  • Salat Idul Adha: Dilaksanakan pada pagi hari, biasanya di masjid atau lapangan terbuka, diikuti khutbah yang menekankan pentingnya pengorbanan, seperti dijelaskan oleh.
  • Qurbani (Penyembelihan Hewan): Setelah salat, umat Islam yang mampu menyembelih hewan seperti kambing, sapi, atau unta. Daging dibagi tiga bagian: untuk keluarga, kerabat, dan fakir miskin, sesuai tradisi.
  • Pembagian Daging: Ini mencerminkan nilai berbagi dan solidaritas sosial yang menekankan pentingnya kepedulian terhadap sesama.
  • Ibadah Haji: Idul Adha bertepatan dengan puncak ibadah haji, yang dilakukan 8-12 Dzulhijjah, termasuk wukuf di Arafah pada 9 Dzulhijjah dan lempar jumrah (penyembelihan simbolis). Hajj, sebagai rukun Islam kelima, bersumber dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah dan mengajak umat melakukan haji, berdasarkan Q.S. Al-Imran ayat 97.

Hubungan Ritual dan Sejarah

Idul Adha, yang sering disebut Hari Raya Kurban, dan ibadah Haji memiliki hubungan yang sangat erat dalam tradisi Islam, baik dari segi waktu pelaksanaan, ritual, maupun makna spiritualnya.

Hubungan antara Idul Adha dan Haji juga terletak pada asal-usul ritual keduanya, yang berakar pada kisah Nabi Ibrahim AS dan keluarganya, sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an, khususnya surah As-Saffat (37:102). Kisah ini menceritakan ujian keimanan Nabi Ibrahim, di mana ia diperintahkan oleh Allah untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS, sebagai tanda ketaatan. Ketika Ibrahim hendak melaksanakan perintah tersebut, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba, menunjukkan bahwa ujian tersebut adalah untuk menguji keimanan,

Sementara itu, Haji juga berasal dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah di Mekkah dan mengumandangkan seruan untuk umat manusia melaksanakan Haji, Q.S. Al-Imran ayat 97 yang menyatakan kewajiban Haji bagi yang mampu.

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ ۝٩٧fîhi âyâtum bayyinâtum maqâmu ibrâhîm, wa man dakhalahû kâna âminâ, wa lillâhi ‘alan-nâsi ḫijjul-baiti manistathâ‘a ilaihi sabîlâ, wa mang kafara fa innallâha ghaniyyun ‘anil-‘âlamîn

Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.

Berikut adalah tabel yang merangkum hubungan antara Idul Adha dan Haji berdasarkan aspek waktu, ritual, dan makna:

AspekIdul AdhaHajiHubungan
WaktuTanggal 10 Dzulhijjah, bertepatan puncak Haji8-12 Dzulhijjah, termasuk wukuf di Arafah (9)Berlangsung bersamaan, terutama pada 9-10 Dzulhijjah
Ritual UtamaSalat Id, kurban, pembagian dagingWukuf di Arafah, lempar jumrah, tawafKeduanya berakar pada kisah Nabi Ibrahim
MaknaPengorbanan, berbagi, ketaatanPersatuan umat, pengorbanan, ketaatanMengajarkan nilai serupa, berfokus pada Ibrahim
LokasiDilanaksanakan di mana saja oleh umat IslamDi Mekkah, Mina, Arafah, MuzdalifahHaji terpusat di Tanah Suci, Idul Adha global

Relevansi untuk Umat Zaman Kini

Setiap Hari Raya Idul Adha. Hewan yang dikurbankan menjadi simbol pengorbanan diri, ego, dan keserakahan demi mencapai kedekatan spiritual kepada Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Hajj ayat 37:
“Daging dan darah hewan kurban itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu.”

Di tengah modernitas dan krisis nilai spiritual, kisah Nabi Ibrahim mengingatkan bahwa iman bukanlah sekadar identitas, melainkan sebuah perjuangan dan ujian terus-menerus. Setiap muslim dituntut meneladani keberanian untuk berkorban demi kebenaran dan menundukkan hawa nafsu dalam ketaatan kepada Allah SWT.


Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading

Subscribe