Polri Sudah Bobrok: Kegagalan Pengawasan Internal dan Impotensi Kompolnas

Reading Time: 2 minutes

Penemuan enam anggota Polres Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, yang positif menggunakan narkoba dan hanya dikenai sanksi pembinaan rohani berupa shalat lima waktu selama 14 hari, menyoroti krisis serius dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Meskipun Kapolres HST, AKBP Jupri JHP Tampubolon, menyatakan bahwa sanksi tersebut bersifat sementara sambil menunggu proses hukum lebih lanjut, pendekatan ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai efektivitas sistem pengawasan internal dan eksternal Polri . Kompas

Kegagalan Sistem Pengawasan Internal Polri

Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri, yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas internal, sering kali menghadapi tantangan dalam menjalankan tugasnya secara efektif. Konflik kepentingan dan relasi kuasa yang kuat di dalam struktur kepolisian membuat Divpropam rentan terhadap tekanan internal, sehingga sulit untuk menegakkan disiplin dan integritas secara objektif . Akibatnya, pelanggaran oleh anggota Polri sering kali tidak ditindaklanjuti dengan tegas, menciptakan budaya impunitas yang merusak kepercayaan publik.

Impotensi Kompolnas sebagai Pengawas Eksternal

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), yang dibentuk untuk memberikan pengawasan eksternal terhadap Polri, juga menghadapi kritik tajam terkait efektivitasnya. Sebagai lembaga non-struktural yang berada di bawah Presiden, Kompolnas memiliki keterbatasan dalam wewenang dan independensi. Anggota Kompolnas dipilih melalui panitia seleksi yang melibatkan unsur pemerintah dan Polri, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai objektivitas dan keberpihakan lembaga ini . Akibatnya, Kompolnas sering kali dianggap lebih sebagai perpanjangan tangan Polri daripada sebagai pengawas independen yang kritis.

Publik Sudah Tidak Percaya

Kombinasi antara lemahnya pengawasan internal dan eksternal telah menyebabkan penurunan signifikan dalam kepercayaan publik terhadap Polri. Kasus-kasus pelanggaran hukum oleh anggota Polri yang tidak ditangani secara transparan dan akuntabel memperkuat persepsi negatif masyarakat. Tanpa reformasi menyeluruh dalam sistem pengawasan dan penegakan disiplin, Polri berisiko kehilangan legitimasi sebagai institusi penegak hukum yang profesional dan terpercaya.

Rekomendasi untuk Reformasi

  1. Penguatan Divpropam: Memberikan otonomi lebih besar kepada Divpropam untuk menjalankan fungsi pengawasan tanpa intervensi dari struktur kepolisian lainnya.
  2. Reformasi Kompolnas: Meninjau ulang struktur dan mekanisme pemilihan anggota Kompolnas untuk memastikan independensi dan objektivitas dalam pengawasan terhadap Polri.
  3. Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dalam penanganan kasus pelanggaran oleh anggota Polri dan memastikan akuntabilitas melalui publikasi hasil investigasi dan sanksi yang dijatuhkan.
  4. Partisipasi Publik: Melibatkan masyarakat sipil dalam proses pengawasan dan evaluasi kinerja Polri untuk memperkuat legitimasi dan kepercayaan publik.

Reformasi ini penting untuk memastikan bahwa Polri dapat menjalankan tugasnya dengan integritas dan profesionalisme, sebagai penegak hukum. Kepercayaan rakyat telah tergerus akibat berbagai pelanggaran dan kegagalan dalam sistem pelayanan masyarakat dan pengawasan.


Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading