
Korban Sipil Pemulung
Sebuah ledakan dahsyat terjadi saat pemusnahan amunisi TNI AD di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin, 12 Mei 2025. Insiden ini menewaskan 13 orang – terdiri dari 4 personel TNI dan 9 warga sipil setempat. Salah satu korban sipil tersebut diketahui berprofesi sebagai pemulung (pengumpul barang rongsokan), yang berada di lokasi untuk membantu proses pemusnahan amunisi. Korban sipil ini mengalami luka parah dan akhirnya meninggal dunia di tempat kejadian akibat ledakan.
Warga dan keluarga korban berkumpul dalam prosesi pemakaman salah satu korban sipil ledakan amunisi di Garut. Insiden ledakan berlangsung di area pesisir Pantai Santolo, Desa Sagara, Cibalong, Garut, yang digunakan TNI AD sebagai lokasi disposal amunisi kedaluwarsa. Ledakan awal terjadi sekitar pukul 09.30 WIB saat TNI meledakkan amunisi di dua lubang yang disiapkan dan sempat dinyatakan aman. Namun, ledakan susulan tiba-tiba terjadi ketika tim mulai memusnahkan detonator di lubang ketiga, sehingga mengenai sejumlah warga sipil yang berada di dekat titik tersebut. Para korban sipil adalah warga dari desa-desa sekitar (Cibalong dan Pameungpeuk) yang ikut berada di area pemusnahan amunisi.
Identitas Korban Pemulung
Salah satu korban warga sipil yang disebut berprofesi sebagai pemulung besi tua adalah Rustiwan. Berikut rincian identitas dan kondisinya berdasarkan laporan media:
- Nama: Rustiwan (warga Kampung Cimerak, Kecamatan Cibalong, Garut.
- Usia: Belum diungkapkan secara resmi dalam sumber berita (tidak disebutkan secara eksplisit).
- Profesi: Pengumpul besi tua (pemulung rongsokan); merupakan tenaga harian lepas yang membantu TNI dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa.
- Kondisi: Meninggal dunia akibat ledakan (jenazah ditemukan di lokasi kejadian).
Rustiwan termasuk dari 9 warga sipil lokal yang tewas dalam tragedi ledakan amunisi di Garut. Nama Rustiwan sudah dipublikasikan oleh kepolisian dalam daftar korban, bersama korban sipil lainnya seperti Agus bin Kasmin, Ipan bin Obur, Anwar bin Inon, Iyus Ibing, Iyus Rizal, Toto, Dadang, dan Endang. Seluruh korban sipil tersebut berasal dari wilayah Cibalong dan Pameungpeuk di Garut.
Latar Belakang dan Peran Korban
Meskipun Rustiwan awalnya disebut sebagai “pemulung” dalam konteks kejadian, pihak keluarga menegaskan bahwa ia bukan pemulung liar, melainkan pekerja yang dipekerjakan untuk membantu TNI. Kakak kandung Rustiwan, Agus Setiawan, mengungkapkan ia sudah 10 tahun bekerja membantu TNI dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa di berbagai daerah (tidak hanya di Garut, tetapi juga pernah ditugaskan hingga ke Yogyakarta dan wilayah lain). Pekerjaan mengumpulkan dan mengolah sisa amunisi ini memang menjadi mata pencaharian Rustiwan sehari-hari. Menurut Agus, adiknya rutin dipanggil setiap ada kegiatan pemusnahan amunisi dan diupah sekitar Rp 150 ribu per hari atas jasanya sebagai tenaga bantu TNI.
“Adik saya bukan pemulung. Dia sudah lebih dari 10 tahun rutin membantu proses pemusnahan amunisi. Bukan hanya di Garut, tapi juga di Yogyakarta dan daerah lain. Saya keberatan kalau disebut mulung besi,” tegas Agus, kakak Rustiwan, saat ditemui di RSUD Pameungpeuk setelah kejadian.
Pernyataan Agus tersebut menekankan bahwa Rustiwan berstatus pekerja resmi (kuli) dalam tim pemusnahan amunisi, bukan pemungut serpihan secara ilegal. Hal senada disampaikan oleh keluarga korban lainnya. Siti Aisah (60), kakak ipar dari korban Toto Hermanto, juga membantah anggapan bahwa para korban adalah pemulung belaka. Ia menjelaskan bahwa Toto sudah 4 tahun melakoni pekerjaan berisiko ini sebagai tenaga bantuan TNI, bahkan sering ditugaskan hingga luar Jawa. “Bukan pemulung dia. Kalau nggak di sini, di Sulawesi, di Makassar, kapan saja dipanggil, pembantu TNI,” ungkap Siti, menegaskan status Toto sebagai pekerja resmi.
Dalam kasus Rustiwan, ia bahkan berperan semacam koordinator yang mengajak rekan-rekannya untuk ikut bekerja di lokasi disposal. Korban lain bernama Endang Rahmat diketahui baru pertama kali ikut pekerjaan ini atas ajakan Rustiwan dan Iyus (korban lainnya) pada hari naas tersebut. Endang berprofesi sehari-hari sebagai sopir dan buruh serabutan; ia diajak untuk membantu mengangkut amunisi ke lokasi peledakan, dan malang tak dapat ditolak, turut menjadi korban ledakan. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa para korban sipil sebenarnya terlibat sebagai pekerja dalam operasi pemusnahan amunisi, bukan orang luar yang sekadar datang mencari rongsokan.
Kesaksian Saksi Mata di Lokasi
Agus Setiawan, selain sebagai kakak korban, juga merupakan saksi mata yang selamat dari ledakan tersebut. Agus termasuk kelompok warga yang bekerja di lokasi pemusnahan. Ia menegaskan bahwa dirinya dan rekan-rekan bukan memulung, melainkan bekerja membuka selongsong peluru dan mengumpulkan amunisi yang akan dimusnahkan bersama tim TNI. “Bapak saya di situ bukan seperti yang orang-orang pikirkan, bapak saya bukan mulung, bapak saya di situ kerja sama tentara,” ujar putri salah satu korban menceritakan pekerjaan ayahnya kepada Gubernur Jawa Barat. Hal ini diperkuat kesaksian Agus yang menyebut:
“(Kerjanya buka) peluru kecil, buka selongsong. Diupah per hari Rp 150 ribu… Jadi bukan mulung, kami tidak berburu besi bekas dan selongsong. Kami bekerja, kuli,” kata Agus menjelaskan aktivitas mereka di lokasi disposal.
Agus menceritakan bahwa sudah berhari-hari para pekerja sipil itu terlibat dalam proyek disposal tersebut. Mereka biasanya bekerja hingga sekitar 12 hari setiap kali ada operasi pemusnahan amunisi, lalu berhenti setelah tugas selesai, dan akan dipanggil lagi ketika ada kiriman amunisi berikutnya untuk dimusnahkan. Pada hari kejadian, Agus dan rekan-rekannya sudah berada di lokasi sejak pagi. Ledakan pertama (peledakan dua lubang amunisi) berlangsung lancar dan para petugas serta pekerja sempat merasa aman. Namun tak lama kemudian, terjadi ledakan kedua yang tidak terduga dari lubang detonator, yang merenggut nyawa Rustiwan dan rekan-rekannya. Agus sendiri selamat karena posisinya agak terpisah saat ledakan susulan terjadi, meski dua adik kandungnya (Iyus dan Anwar) termasuk di antara korban tewas di dekat lubang peledakan.
Usai kejadian, sempat beredar video warga bersepeda motor mendekati lokasi setelah ledakan pertama. Agus membenarkan bahwa beberapa warga sempat menghampiri area usai ledakan awal, tetapi ia menegaskan momen itu berbeda dengan saat detonator meledak yang menimbulkan korban jiwa. Artinya, ada jeda waktu di mana warga/pekerja mungkin mengira tugas selesai lalu mendekat, dan tiba-tiba terjadi ledakan susulan. Kesaksian ini memperlihatkan betapa para pekerja sipil berada dalam risiko tinggi dan menjadi korban karena berada di area berbahaya tersebut.

Pernyataan Pihak Berwenang
Pascakejadian, pihak berwenang memberikan keterangan terkait identitas korban dan kronologi insiden. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, awalnya menduga bahwa warga sipil menjadi korban karena menghampiri lokasi untuk mengumpulkan serpihan logam sisa ledakan. Setelah ledakan pertama, mereka diduga mendekat untuk mengambil sisa-sisa granat atau mortir, lalu terkena ledakan kedua yang terjadi tiba-tiba. Pernyataan ini mengesankan seolah-olah warga bertindak sebagai pemulung yang berburu rongsokan pasca-ledakan.
Namun, pemerintah daerah memberikan klarifikasi berbeda. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa tragedi di Garut tersebut merupakan kecelakaan kerja, bukan karena warga yang sedang memulung besi bekas. Dedi menjelaskan, para korban sipil ternyata bekerja membantu TNI dalam pemusnahan amunisi, sehingga mereka berada di lokasi sebagai bagian dari pelaksana kegiatan, bukan orang luar yang masuk tanpa izin. “Ini berarti kecelakaan kerja, bukan seperti yang diinformasikan bahwa korban adalah warga yang sedang membawa rongsokan bekas amunisi. Mereka (warga sipil) bekerja ternyata membantu TNI,” tegas Dedi Mulyadi. Dengan kata lain, pemerintah daerah membantah narasi bahwa korban adalah pemulung liar, dan memperlakukan insiden ini layaknya kecelakaan dalam tugas.
Kepolisian Daerah Jawa Barat juga telah merilis identitas seluruh korban dan melakukan investigasi. Kombes Pol Hendra Rochmawan (Kabid Humas Polda Jabar) mengkonfirmasi 13 korban tewas dan merinci nama-nama korban sipil termasuk Rustiwan. Sementara itu, TNI AD membentuk tim investigasi untuk menyelidiki penyebab meledaknya detonator serta keterlibatan warga sipil dalam area pemusnahan tersebut. TNI ingin memastikan apakah prosedur pengamanan dan jarak aman sudah dipatuhi, mengingat ada korban sipil di lokasi yang seharusnya terbatas. Hingga berita ini diturunkan, pihak TNI AD menyatakan investigasi masih berlangsung dan berjanji akan menyampaikan perkembangan hasil penyelidikan secara transparan.
Pihak berwenang juga menyatakan belasungkawa dan memberikan perhatian kepada keluarga korban. Gubernur Jawa Barat berkomitmen menanggung biaya pendidikan anak-anak korban dan memberikan santunan Rp 50 juta untuk tiap keluarga korban sipil. Pemakaman para korban dibantu oleh jajaran TNI dan pemerintah daerah; seluruh jenazah warga sipil (termasuk Rustiwan) telah diserahkan kepada keluarga masing-masing untuk dimakamkan di Garut. TNI AD pun turut membantu prosesi pemakaman dan pemulangan jenazah, seraya menyampaikan duka cita mendalam atas gugurnya prajurit maupun warga dalam musibah ini.
Singkatnya, Rustiwan – korban sipil yang sempat disebut “pemulung” – adalah pria warga Garut yang bekerja sebagai pengumpul besi bekas amunisi dalam kegiatan pemusnahan. Ia berusia paruh baya (keluarganya menyebut sudah 10 tahun bekerja di bidang ini) dan meninggal dunia akibat ledakan saat menjalankan tugas. Lokasi kejadian berada di area pantai Desa Sagara, Cibalong, Garut. Pernyataan saksi mata dan keluarga menegaskan Rustiwan bukan pemulung liar, melainkan pekerja berbayar yang rutin membantu TNI. Pihak berwenang pun mengakui para korban sipil adalah bagian dari tim pemusnahan dan menyebut insiden ini sebagai kecelakaan kerja, seraya melakukan investigasi untuk mencegah kejadian serupa. Informasi latar belakang ini diharapkan dapat meluruskan kabar bahwa korban adalah pemulung, serta memberikan gambaran jelas mengenai identitas dan peran korban sipil dalam tragedi ledakan amunisi di Garut tersebut.
Because the Future Deserves Great Leaders

Discover more from LIDER-NEWS
Subscribe to get the latest posts sent to your email.