Danantara Suntik Proyek Huayou & CATL: Siapa Bakal Untung?

Reading Time: 4 minutes

Pemerintah Indonesia tengah menggencarkan hilirisasi industri baterai kendaraan listrik (EV) melalui kolaborasi strategis dengan perusahaan global, seperti Huayou Cobalt dan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL). Langkah ini diperkuat dengan keterlibatan Badan Pengelola Investasi Danantara, yang diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global baterai EV.

Namun, pertanyaan mendasar muncul: Siapa yang akan merasakan manfaat dari proyek ambisius ini? Apakah rakyat menengah ke bawah akan mendapatkan keuntungan nyata, ataukah hanya segelintir elite ekonomi yang akan menuai hasilnya?

Struktur Kepemilikan dan Keterlibatan Nasional

Dalam proyek bersama Huayou, Indonesia melalui BUMN menguasai 51% saham di sektor hulu, sementara dalam joint venture (JV) dengan CATL, porsi saham Indonesia mencapai 30%. Pemerintah berupaya meningkatkan porsi ini melalui negosiasi yang sedang berlangsung.

Kehadiran Danantara sebagai lembaga pendanaan strategis diharapkan dapat memperkuat kontrol nasional dan memastikan bahwa keuntungan dari proyek ini tidak hanya dinikmati oleh investor asing.

Penerima Manfaat

Manfaat bagi Industri dan Rantai Pasok Perusahaan Indonesia dalam rantai pasok baterai EV. Beberapa contohnya adalah:

  • PT Aneka Tambang (Antam): Sebagai salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Indonesia, Antam bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatnya permintaan bahan baku baterai.
  • PT Vale Indonesia: Perusahaan ini juga bergerak di sektor pertambangan nikel dan dapat memanfaatkan peluang dari ekspansi industri EV.
  • PT Merdeka Battery Materials: Fokus pada pengolahan bahan baterai, perusahaan ini berpotensi mendapat kontrak atau peningkatan pendapatan dari proyek tersebut.

Selain perusahaan tambang, perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan engineering juga bisa mendapatkan keuntungan melalui kontrak pembangunan fasilitas seperti smelter atau pabrik pengolahan.

Pertanyaan yang perlu diajukan.

  • Menciptakan lapangan kerja: Mulai dari sektor pertambangan, konstruksi, hingga manufaktur, ribuan pekerjaan baru dapat tercipta? Pemerintah menekankan bahwa proyek ini akan menciptakan lapangan kerja dan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Namun, rincian konkret mengenai jumlah lapangan kerja yang akan tercipta, jenis pekerjaan, serta distribusi manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal masih belum jelas.
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi: Apakah daerah-daerah yang menjadi lokasi proyek dapat mengalami peningkatan aktivitas ekonomi, terutama di wilayah kaya nikel seperti Sulawesi dan Maluku Utara? Keterlibatan perusahaan besar dan investor asing dalam proyek ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi dominasi oligarki dalam sektor strategis nasional. Jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat, proyek ini bisa memperdalam ketimpangan sosial dan ekonomi.
  • Apakah pengembangan industri baterai EV ini dapat membawa transfer teknologi dan peningkatan kapasitas industri dalam negeri? Tanpa mekanisme yang transparan dan partisipatif, ada risiko bahwa manfaat ekonomi akan terkonsentrasi pada kelompok tertentu, sementara masyarakat menengah ke bawah tetap berada di pinggiran.

Hal yang perlu diperhatikan:

  1. Dampak lingkungan: Pertambangan nikel dan pembangunan fasilitas industri bisa menimbulkan kerusakan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Ini berpotensi menjadi “biaya” yang mengurangi manfaat ekonomi.
  2. Keberhasilan proyek: Manfaat finansial bagi Danantara dan Indonesia tergantung pada performa proyek. Jika proyek tidak sesuai ekspektasi, keuntungan bisa lebih kecil dari yang diharapkan.
  3. Distribusi keuntungan: Negosiasi kepemilikan saham masih berlangsung, dengan target peningkatan porsi Indonesia dari 30% menjadi 40-50%. Hasil negosiasi ini akan menentukan seberapa besar keuntungan yang benar-benar kembali ke Indonesia.

Kesimpulan: Investasi Danantara di Proyek Huayou & CATL Diprediksi Gagal Akar Korupsi dan Minim Manfaat bagi Rakyat

Investasi Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara ke dalam proyek ekosistem baterai kendaraan listrik bersama Huayou Cobalt dan Contemporary Amperex Technology (CATL) diprediksi tidak akan membawa manfaat signifikan bagi masyarakat dan ekonomi daerah lokal, khususnya rakyat Indonesia dari kalangan menengah ke bawah. Prediksi ini muncul akibat maraknya korupsi di Indonesia yang dinilai sudah tidak terkendali, sehingga investasi ini berpotensi merugi dan gagal memberikan dampak positif seperti yang diharapkan.

Meskipun proyek ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi, skeptisisme muncul berdasarkan pengalaman investasi asing sebelumnya di Indonesia. Data menunjukkan bahwa meskipun investasi asing telah mengalir ke berbagai sektor, tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi, dengan angka pengangguran terbuka mencapai 5,32% pada 2024 berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini diperparah oleh kebijakan Undang-Undang Omnibus Law yang memungkinkan perusahaan asing, seperti Huayou dan CATL, untuk mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri, sehingga peluang kerja bagi tenaga lokal semakin terbatas.

Korupsi yang merajalela diyakini akan menggerus potensi keuntungan dari investasi ini, dengan dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau pemberdayaan masyarakat berisiko diselewengkan. Akibatnya, manfaat ekonomi yang dijanjikan, seperti penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi, kemungkinan besar tidak akan dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Sebaliknya, keuntungan lebih banyak mengalir ke konsorsium proyek dan pihak asing, sementara dampak lingkungan dari pertambangan nikel dan pembangunan fasilitas industri justru dapat memperburuk kondisi di daerah lokal.

Para pengamat menilai, tanpa pengawasan ketat dan langkah konkret untuk menekan korupsi, investasi ini hanya akan menjadi proyek prestise yang gagal mengentaskan kemiskinan atau mengurangi pengangguran. “Korupsi yang tidak terkendali membuat investasi sebesar apapun sulit berdampak nyata bagi rakyat. Ditambah lagi, kebijakan yang longgar terhadap tenaga kerja asing hanya akan meminggirkan pekerja lokal,” ujar seorang analis ekonomi yang enggan disebut namanya. Dengan demikian, investasi Danantara ini diprediksi hanya akan menguntungkan segelintir pihak, sementara rakyat Indonesia, khususnya kelas menengah ke bawah, kembali gigit jari.

Rekomendasi untuk Pemerintah

  1. Transparansi dan Akuntabilitas: Menyediakan informasi yang jelas dan terbuka mengenai struktur kepemilikan, aliran dana, dan manfaat ekonomi dari proyek ini.
  2. Kebijakan Inklusif: Mengembangkan program pelatihan dan pemberdayaan masyarakat lokal untuk memastikan mereka dapat berpartisipasi aktif dalam industri baterai EV.
  3. Pengawasan Independen: Membentuk badan pengawas independen yang melibatkan masyarakat sipil untuk memantau pelaksanaan proyek dan memastikan kepatuhan terhadap prinsip keadilan sosial.
  4. Redistribusi Manfaat: Mengimplementasikan kebijakan fiskal yang memastikan sebagian keuntungan dari proyek ini dialokasikan untuk program sosial dan pembangunan infrastruktur di daerah terdampak.

Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading