Apakah PDIP mengkhianati ideologi Marhaenisme demi kekuasaan?

Reading Time: 3 minutes

JAKARTA – Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, bertemu dengan Presiden RI, Prabowo Subianto. Pertemuan ini terjadi pada Senin malam, 7 April 2025. Pertemuan ini berlangsung di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Hal ini menjadi titik balik penting dalam konstelasi politik nasional.

Dalam pertemuan berdurasi 1,5 jam tersebut, Megawati menyampaikan niat untuk menjalin kerja sama politik dengan pemerintahan Prabowo. Ketua DPP PDI-P, Ahmad Basarah, menyatakan bahwa bentuk kerja sama ini akan diputuskan langsung oleh Megawati dan tidak harus diwujudkan dalam bentuk bergabung ke dalam koalisi resmi pemerintahan. Namun, hasil nyata dari pertemuan ini mengindikasikan dukungan politik PDIP terhadap Prabowo, bahkan disinyalir akan membuka peluang masuknya kader-kader PDIP ke dalam kabinet.

Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bertemu di Teuku Umar, Jakarta – 7 April 2025.

Ideologi PDI Perjuangan dan Realitas Pemerintahan Jokowi

PDI Perjuangan secara ideologis mengusung Pancasila dan Marhaenisme—doktrin yang menekankan keberpihakan kepada rakyat kecil, kemandirian ekonomi, dan nasionalisme kerakyatan. Pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo—yang dua kali diusung oleh PDIP—beberapa program seperti pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial memang tampak sejalan dengan semangat tersebut.

Namun, seiring waktu, berbagai kebijakan kontroversial justru menunjukkan penyimpangan. Pengesahan UU Cipta Kerja dan UU Minerba dilakukan secara terburu-buru dan minim partisipasi publik. Pelemahan KPK, serta praktik kriminalisasi terhadap aktivis dan kelompok kritis, mencerminkan kemunduran dalam penegakan hukum dan demokrasi. Proses legislasi berlangsung tertutup dan elitis, mengesankan bahwa hukum lebih menjadi alat kekuasaan ketimbang sarana keadilan sosial.

Puncaknya terjadi ketika Presiden Jokowi secara terang-terangan mendukung pencalonan anak kandungnya sebagai wakil presiden, sebuah langkah yang dianggap sebagai bentuk penyimpangan dari semangat konstitusi dan praktik politik beretika. Ini menunjukkan bahwa Jokowi tidak hanya menyimpang dari ideologi partai, tetapi juga melemahkan prinsip demokrasi.

Era Prabowo: Lanjutan dari Pemerintahan Jokowi

Presiden terpilih Prabowo Subianto secara terbuka menyatakan akan melanjutkan berbagai program strategis pemerintahan Jokowi. Kabinet yang ia bentuk pun mempertahankan sejumlah tokoh lama, menciptakan kesinambungan yang erat dengan rezim sebelumnya. Ini mengindikasikan bahwa supremasi hukum, dalam konteks pemerintahan baru, akan tetap dikendalikan untuk melayani kepentingan oligarki dan bukan rakyat.

DANANTARA

Implikasi Politik dan Krisis Ideologi

Kesepakatan antara Megawati dan Prabowo memunculkan tanda tanya serius terhadap komitmen ideologis PDI Perjuangan. Ketika partai yang selama ini mengklaim berpihak pada wong cilik justru merapat kepada pemerintahan yang melanjutkan kebijakan neoliberal dan elitis, maka posisi ideologis partai tersebut patut dipertanyakan.

PDIP kini tidak berbeda dengan partai-partai lain seperti NasDem, PAN, atau bahkan PKS, yang kerap dicap pragmatis dan oportunis. Partai ini semakin terlihat lebih fokus mempertahankan posisi kekuasaan, mengamankan kursi kabinet, dan menjaga privilese elite, daripada memperjuangkan nasib rakyat kecil. Kehidupan kader partai yang hedonis dan jauh dari realitas rakyat menambah daftar ironi politik hari ini.

Kesimpulan: Demokrasi yang Pudar, Partai yang Kehilangan Arah

Ideologi PDI-P memang diadopsi dalam sejumlah kebijakan era Jokowi, terutama di awal masa pemerintahan. Namun pada praktiknya, idealisme seperti Marhaenisme dan Pancasila lebih sering diartikulasikan secara retoris, sementara implementasinya terbentur oleh kepentingan pragmatis, tekanan oligarki, dan tantangan struktural.

Pertemuan Megawati dan Prabowo hanya menjadi simbol rekonsiliasi politik, tetapi juga sinyal kematian idealisme partai yang dulu dibangun atas nama rakyat kecil. Demokrasi Indonesia semakin tergerus oleh kompromi elit dan kalkulasi politik jangka pendek.

PDI Perjuangan membutuhkan regenerasi kepemimpinan yang mampu mengembalikan roh ideologis partai kepada cita-cita awalnya. Dinasti Soekarno telah terlalu lama menguasai partai ini tanpa membawa perubahan berarti bagi wong cilik. Ketika rakyat harus berjuang makan bergizi dengan uang 20 ribu rupiah, elite politik justru asyik bernegosiasi dalam ruang-ruang kekuasaan.

Sudah saatnya PDIP berbenah. Bila tidak, maka partai ini akan menjadi artefak sejarah yang ditinggalkan pemilihnya sendiri.


Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Discover more from LIDER-NEWS

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading